Membumikan Program Gratis KB



Setiap klinik KB/ puskesmas menyediakan alat kontrasepsi gratis. Termasuk memberikan layanan gratis untuk yang ingin ber-KB secara permanen lewat medis operatif

KELUARGA berencana (KB) sebagai bagian dari program pembangunan nasional, mempunyai nilai strategis dalam menekan laju pertumbuhan penduduk (LPP). Pada dekade 1980-an, angka laju pertumbuhan secara nasional 2,3% dan angka itu sekarang bisa ditekan menjadi 1,48%.

Sekalipun ada penurunan laju pertumbuhan, populasi per tahun di Indonesia masih mengundang pemikiran karena angkanya masih 4,2 juta kelahiran, dengan tingkat kelahiran (total fertility rate/TFR) 2,6. Angka itu setara dengan jumlah penduduk Singapura.


Bagaimana di Jawa Tengah? Tahun ini diprediksikan jumlah penduduk mencapai 34,6 juta jiwa, dengan merujuk angka kelahiran tahun 2003 sebesar 2,10. Setiap pasangan diasumsikan punya anak rata-rata 2 orang atau lebih, dengan angka kelahiran tahun 2005 naik menjadi 2,18, dan periode 2007-2009 naik lagi menjadi 2,3. Kondisi kependudukan itu memerlukan perhatian kita semua, dan semua elemen masyarakat dituntut kontribusinya untuk berperan.

Undang-Undang (UU) Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas diperlukan beberapa upaya strategis. Misalnya lewat upaya pengendalian/ pengaturan kelahiran, penurunan angka kematian, mobilitas penduduk, pengembangan kualitas penduduk, pengaturan perkawinan, kehamilan, serta peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.

Implementasi dari substansi pengendalian kelahiran akan  lebih fokus lagi, dengan memprioritaskan perhatian pada  pasangan muda (pasangan usia subur muda paritas rendah atau disebut pusmupar) untuk ber-KB yang cocok dan sesuai dengan keinginannya. Intensifikasi penggarapan kelompok masyarakat itu akan memberikan dampak signifikan terhadap penurunan tingkat kelahiran.

Sejalan dengan otonomi daerah saat ini, BKKBN konsisten mengembangkan cafetaria system dalam penyediaan alat kontrasepsi. Setiap klinik KB/ puskesmas menyediakan alat kontrasepsi gratis, seperti model suntik, susuk KB, kondom atau IUD. Termasuk memberikan layanan gratis untuk akseptor yang ingin ber-KB secara permanen lewat medis operatif/ MO dengan beberapa persyaratan khusus.

Program kontrasepsi gratis diperuntukan bagi masyarakat atau pasangan yang masuk dalam kategori keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera (KS) 1. Penentuan stratifikasi keluarga tersebut didasarkan pada hasil pendataan keluarga yang dilakukan setiap tahun oleh BKKBN.
Kartu Jamkesmas Bagi keluarga miskin, termasuk mereka yang dikategorikan  keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera 1, asalkan mempunyai kartu Jamkesmas, berhak  memperoleh pelayanan KB gratis melalui fasilitas pelayanan rawat jalan tingkat primer seperti di puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas keliling, dan pos kesehatan desa.

Kelompok masyarakat itu juga dapat memperoleh fasilitas layanan rawat inap tingkat primer, pelayanan spesialistik serta pelayanan rujukan selama pusat-pusat pelayanan tersebut memberikan pelayanan Jamkesmas.

Aspek pembiayaan program Jamkesmas di puskesmas didahului dengan penyusunan plan of action (POA) baik bulanan maupun triwulanan melalui forum mini lokakarya. Perencanaan itu wajib disusun oleh puskesmas dan harus mendapatkan persetujuan Dinkes kabupaten/ kota untuk pencairan dana Jamkesmasnya. Dalam forum itu, petugas lapangan KB (PLKB) memberikan input  tentang peta/ kondisi  jumlah akseptor baru ataupun ulangan. Data tersebut juga digunakan untuk rencana penyediaan kebutuhan alat kontrasepsi (alakon) di wilayah kerja puskesmas.

Alat kontrasepsi gratis yang disediakan itu diharapkan dimanfaatkan secara maksimal oleh pasangan usia subur (PUS), terutama dari kelompok KPS dan KS 1, guna mengatur kelahirannya secara lebih baik lagi.

Sebagian besar alat kontrasepsi bersifat hormonal, kecuali  kondom. Akseptor KB hormonal dianjurkan selalu melakukan kontrol berkala ke pusat pelayanan KB terdekat untuk meminimalisasi efek samping ataupun menekan angka kegagalan terkait dengan penggunaan alat kontrasepsi itu.

Agar lebih mudah dikenali masyarakat alat kontrasepsi itupun  diberi tanda khusus berupa tulisan ‘’cuma-cuma’’, ‘’tidak diperjualbelikan’’, ‘’untuk keluarga miskin’’ dan berlogo BKKBN. Pelabelan seperti itu pada setiap kemasan diharapkan bisa memberikan justifikasi kepada masyarakat bahwa seandainya mereka merasa mampu secara finansial tidak memanfaatkannya sehingga program ini tepat sasaran.

Kualitas alat kontrasepsi sejak awal program KB dilaksanakan selalu ditingkatkan serta disesuaikan dengan keinginan dan kenyamanan masyarakat penggunanya. Contohnya dulu susuk KB terdiri atas 5 batang sekarang hanya 2. Kondom pun demikian mengingat sekarang lebih tipis dan beraroma. (10)

— Dra Sri Murtiningsih MS, Kepala BKKBN Provinsi Jawa Tengah


Wacana Suara Merdeka 17 April 2010