Telaah Lintas Sektoral Rawapening



Pendangkalan di Rawapening  justru menjadi berkah bagi penambang kompos. Berapa ribu meter kubik bahan baku pupuk tersedia untuk mendukung pertanian organik?

KUNJUNGAN kerja Komisi IV DPR  asal Jawa Tengah di Ungaran Kabupaten Semarang yang dikemas dalam bentuk silaturahmi, menyoroti berbagai permasalahan  dalam pembangunan. Komisi yang membidangi pertanian tersebut antara lain mengkritik program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) atas beberapa titik rawan alokasi anggaran (SM, 23/03/10).

Yang menarik perhatian saya, salah seorang anggota Komisi itu nyeletuk menyoal pendayagunaan Rawa Pening. Analisisnya mantap. Sayang sekali, sarannya agar supaya pelaksana pembangunan melakukan studi banding ke Hungaria, negara kecil dengan perairan terbatas tampil sebagai sentra produksi ikan air tawar kelas Eropa.


Nggak salah. Mari bandingkan lagi dengan Mesir, negara padang pasir tidak punya sumber air. Satu-satunya sumber daya berasal dari Sungai Nil, itupun mata airnya ada di Danau Tanganyika, bagian tengah Afrika di luar kekuasaan negaranya. Hampir setiap cidhuk air tidak terlepas dari tata kelola yang efektif. Singkat kata, pertaniannya maju berkat sungai itu.

Negara-negara yang mengalami over fishing mulai memutar haluan ke perikanan air tawar. Katakanlah, Korea Selatan dan lagi-lagi Vietnam sangat progresif dengan menggenjot produksi ikan patin. Dan, jangan sepelekan China. Kendala lain soal mengembangkan komoditas ekspor potensial perikanan yang diadang oleh peraturan perdagangan internasional.
Tak Hanya Ikan Atlantic Bluefan Tuna terancam dimasukkan Appendix I sebagai spesies terdaftar ’’haram’’ diperdagangkan melalui Sidang Ke - 15 Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) di Doha, Qatar 12 - 25 Maret lalu yang dihadiri 175 negara termasuk Indonesia. (Sinar Tani, Maret 2410). Bukan hanya karena perkara itu. Bicara soal Rawa Pening tidak hanya ikan tetapi sebuah potensi yang ukurannya diibaratkan raksasa ekonomi yang sedang tidur. Bagaimana cara menggugahnya dari tidur yang panjang itu?

Dalam hal pengembangan perikanan darat, Rawa Pening sudah jelas pemanfaatannya. Penebaran bibit ikan secara berkala telah dilakukan oleh Pemkab Semarang. Hasilnya, puluhan hingga ratusan jala apung dapat memanen ikan setiap harinya. Para pemancing juga memperoleh keleluasaan melampiaskan hobinya.

Itu semua sudah nyata kontribusinya pada pendapatan rakyat. Pada lokasi tertentu sudah ada objek wisata alam dilengkapi dengan kulinernya. Air yang menggerojog telah digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik di Jelok. Selanjutnya Sungai Tuntang menghidupkan lahan-lahan pertanian di sepanjang alirannya hingga di muara sana.
Jadi Polemik Eceng gondok masih menjadi polemik. Sebagian menyatakan itu gangguan dari segi pemandangan dan percepatan proses pendangkalan rawa atas pelapukan tanaman. Tetapi, toh pendangkalan juga sukar dihindari.

Pendangkalan di rawa itu justru sungguh menjadi berkah bagi penambang kompos. Berapa ribu meter kubik bahan baku pupuk tersedia untuk mendukung pertanian organik? Daun yang masih segar juga bisa dipetik tangan petani setiap pagi. Yang sudah dikeringkan juga menjadi perabot dan barang seni di tangan perajin tas, sandal jepit, hingga meja kursi.

Masih ada hal yang jauh lebih penting dari itu semua. Rawa tersebut ternyata menjadi objek sangat menarik bagi dunia pendidikan. Kita boleh bertanya, berapa banyak sarjana S1 telah ’’diluluskan’’? Juga boleh berbangga, untuk program pascasarjana, berapa master dan doktor menggondol ijazah dari tesis dan disertasinya ?

Ilmu pengetahuan masih perlu melakukan banyak kajian terhadap fenomena Rawa Pening. Jangan sampai pihak asing lebih mengetahui daripada kita. Hal ini terkait simpulan  studi yang menggambarkan betapa beragamnya stakeholder, sifat sumber daya yang multifungsi, managerial yang lintas sektoral dan territorial (Sutarwi, 2008).

Faktanya, masyarakat sekitarnya masih terkategori miskin. Memberikan makna yang lebih berarti dalam forum silaturahim tersebut diusulkan sebuah telaah dalam bentuk kebijakan yang proporsional. Kelembagaan yang menangani harus badan koordinasi. Badan tersebut juga berfungsi di lintas sektoral, setidaknya pada sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan.

Yang terpenting badan termaksud juga menjalankan tugas pokok pemberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas SDM pelaku utama dan pelaku usaha. Yang segera harus diwujudkan dalam pemberdayaan masyarakat adalah diciptakannya berbagai model pengembangan usaha agribisnis. Bercermin dari kasus penanganan PUAP, model usaha agribisnis dikembangkan melalui penguatan kelembagaan. (10)

— Dokter Hewan Harjuli Hatmono MSi, Kabid Kelembagaan Sekretariat Bakorluh, Sekretaris Ex Officio Komisi Penyuluhan Provinsi Jawa Tengah

Wacana Suara Merdeka  17 April 2010